grafik populasi penduduk jepang 2010 - 2015 |
Dari kurun waktu lima tahun terakhir, 2011 adalah tahun terakhir jumlah penduduk disana meningkat, yakni mencapai 128 juta jiwa. Sekarang? tinggal 127 juta jiwa (lihat gambar grafik). Bahkan ada yang berani bikin proyeksi, dalam seratus tahun kedepan penduduknya bakal tinggal 40 juta jiwa saja.
Kenapa bisa begitu ? Menurut teori penulis, jawabannya adalah karena Jepang sejatinya memiliki masalah sosial kemasyarakatan yang cukup parah walaupun secara keduniaan sangat maju.
Misal, di Jepang masih nge-tren dengan budaya bunuh diri walaupun tidak harus melakukan harakiri (membelah perut). Menurut statistik, dari setiap 100.000 jumlah penduduk, sekitar 17.000 diantaranya melakukan bunuh diri setiap tahun. Dan ini adalah isu nasional yang cukup signifikan disana.
Kemudian, orang Jepang sekarang malas punya anak. walaupun pemudanya menganut gaya hidup barat (pacaran dan hubungan bebas), konten mesum dan vulgar sangat mudah diakses, industri "lendir" dilegalkan dan sangat masif, tidak merubah fakta kalau orang Jepang malas punya anak.
Salah satu sebabnya adalah karena orang Jepang sangat sibuk. Dalam satu pekan, orang Jepang bisa bekerja hingga 80 jam (dari jam kerja normal sekitar 40 jam per minggu). Datang tepat waktu dan sering pulang lembur adalah rutinitas. Keluarga memang penting bagi orang Jepang, tapi pekerjaan adalah identitas bagi orang Jepang, apapun itu posisinya.
Orang Jepang sangat loyal dalam bekerja dan menjunjung tinggi nama baik perusahaan tempat bekerja walaupun hanya sebagai buruh. Beda jauh dengan sebagian negara yang pekerjanya hobi mogok dan demo minta naik gaji. You know lah where it is..
Solusi ? Kenalkan Islam kepada orang Jepang...
Berbagai masalah sosial yang dihadapi orang Jepang pada dasarnya adalah manifestasi dari rapuhnya keyakinan spiritual mereka. Tulisan bagian ini tidak bermaksud untuk menyinggung SARA, hanya memberikan sebuah sudut pandang saja.
Orang Jepang mengenal konsep Tuhan yang diistilahkan dengan sebutan "Kami" atau Dewa atau God. hanya saja, Tuhan orang Jepang ini memiliki batasan kemampuan sejauh logika dan perasaan saja, sehingga kemampuannya lebih menyerupai makhluk, dibandingkan dengan kemampuan Tuhan dalam arti yang sebenarnya.
Implikasinya adalah ketika muncul permasalahan yang memerlukan solusi diluar nalar dan imajinasi, maka orang Jepang akan kebingungan harus meminta kepada "Kami" yang mana, mengingat dewa-dewa orang Jepang juga ada banyak dengan kemampuan masing-masing (yang terbatas).
Mungkin ini yang kemudian membuat orang Jepang mulai mencari Kami "alternatif" hingga akhirnya kebiasaan ini berkembang menjadi budaya sinkretis, dimana tiap tanggal 25 Desember orang Jepang akan ikut merayakan natal bersama kaum Nasrani, tapi ketika tahun baru tiba mereka akan pergi ke kuil Shinto, sayangnya ketika bulan Syawal orang Jepang belum ada yang ikut potong ketupat... *jiaah
Intinya, tulisan ini hanyalah curhatan semata. Tidak ada kesimpulan yang ingin diambil, jadi tidak usah terlalu serius ditanggapi, tapi penulis ucapkan terima kasih banyak bagi yang sudah membaca hingga paragraf ini.
Penulis sendiri dulu punya cita-cita pergi ke Jepang ketika masih sekolah, namun setelah mengikuti berbagai workshop, seminar dan diskusi dengan WNI yang kerja di Jepang juga dengan orang Jepang langsung yang datang kesini, termasuk melakukan studi pustaka, maka pandangan itu sekarang sudah berubah. Walaupun ada beberapa hal yang masih tetap dikagumi. Sekian.
by: nulisamaom.blogspot.co.id
Ini Blog Baru atau gimana om?
ReplyDeleteblog lama yang baru diisi konten.. :D
Delete