Sate adalah salah satu kuliner lokal yang sudah terbukti cita rasanya. Berbagai macam variasi dan jenis sate tersedia di negeri ini, sebut saja sate ayam, sate kambing, sate daging sapi, sate kelinci, sate kuda, dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan bumbu sate, ada yang menggunakan bumbu kacang, bumbu kecap, atau bumbu khusus (misal, sate padang).
Hanya saja, di jaman serba susah dan harga-harga barang kebutuhan semakin melonjak naik, sebagian pedagang sate kini mulai berani melakukan hal-hal yang tidak terpuji demi mendapatkan sedikit keuntungan lebih, sebagaimana yang pernah dialami oleh penulis.
Pengalaman pertama terjadi ketika membeli sate kelapa (sembarangan) dari pedagang kaki lima di dekat sebuah pasar induk tradisional. Awalnya memang terlihat tidak ada yang mencurigakan dari proses pembuatan hingga penyajian. Akan tetapi ketika penulis sedang mengkonsumsi sate tersebut ditempat, tampaklah sebuah pemandangan yang cukup mencengangkan.
Pedagang sate tersebut nampak memunguti bekas-bekas tusuk sate bekas yang sudah dipakai dan kemudian DICUCI lagi. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan bagi penulis, karena itulah pertama kalinya penulis melihat kejadian yang seperti itu.
Memang penulis punya kebiasaan untuk mematahkan semua jenis tusuk sate yang sudah dipakai, baik itu untuk menusuk sate atau makanan lain seperti pentol, cilok atau yang lain, tujuannya supaya ketika dibuang ketempat sampah tidak menusuk-nusuk dan merusak plastik sampahnya, juga supaya bisa dipadatkan dengan sampah yang lain.
Tapi tetap saja pengalaman melihat langsung seorang pedagang sate memungut tusuk sate bekas ini benar-benar mencengangkan, rasanya seperti kecewa sekali dengan perbuatan yang seperti itu. Mungkin pedagang tersebut bisa beralasan bahwa perbuatannya belum pernah membuat orang lain sakit perut atau hingga menyebabkan komplain, tapi bagi penulis sendiri, perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab, dan yang paling penting untuk dijadikan masalah, perbuatannya itu merusak selera makan.
Pengalaman kedua terjadi ketika orang tua penulis membeli sate ayam untuk dibawa pulang kerumah, sepertinya beli ketika belanja di pasar. Kali ini juga hampir sama kasusnya, yaitu masih tentang tusuk sate yang dipakai. Bedanya kali ini, karena satenya dibawa pulang kerumah, jadi tidak bisa diketahui seperti apa proses "dibalik layarnya". Namun, seperti kata iklan di tv, bahwa rasa itu tidak bisa dibohongi, seenak apapun daging sate dan bumbu yang disajikan, jika kemudian ada "rasa tambahan" yang ikut masuk kedalam mulut jelas akan membuat orang yang memakannya jadi curiga.
Jelas saja, setelah diamati, ternyata sate ayam ini menggunakan tusuk sate yang terbuat dari bambu BEKAS. Mungkin tidak masalah jika bambu bekas yang dipakai itu masih bersih, atau disimpan di tempat yang kering sehingga terjaga dari kotoran. Akan tetapi, tusuk sate ini setelah diamati benar-benar parah kondisinya, yaitu ada beberapa bagian yang sudah tampak seperti berlumut dan jamuran... watdevak !
Pantas saja rasanya jadi agak aneh, walaupun sebenarnya sate ayam dan bumbunya bisa dibilang lumayan enak, tapi siapa coba yang mau menikmati sate yang disajikan dengan tusuk sate yang sudah JAMURAN dan ditumbuhi lumut karena menggunakan bambu bekas atau bambu yang tidak higienis sebagai bahan untuk tusukannya.
Memang sih tidak semua penjual sate kaki lima seperti itu, makanya tulisan ini hanya mengajak untuk waspada aja, supaya tidak jajan sembarangan dan beli makanan di tempat-tempat yang bisa dipastikan kebaikan proses pengolahan dan penyajiannya.
Hanya saja, di jaman serba susah dan harga-harga barang kebutuhan semakin melonjak naik, sebagian pedagang sate kini mulai berani melakukan hal-hal yang tidak terpuji demi mendapatkan sedikit keuntungan lebih, sebagaimana yang pernah dialami oleh penulis.
Pengalaman pertama terjadi ketika membeli sate kelapa (sembarangan) dari pedagang kaki lima di dekat sebuah pasar induk tradisional. Awalnya memang terlihat tidak ada yang mencurigakan dari proses pembuatan hingga penyajian. Akan tetapi ketika penulis sedang mengkonsumsi sate tersebut ditempat, tampaklah sebuah pemandangan yang cukup mencengangkan.
Pedagang sate tersebut nampak memunguti bekas-bekas tusuk sate bekas yang sudah dipakai dan kemudian DICUCI lagi. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan bagi penulis, karena itulah pertama kalinya penulis melihat kejadian yang seperti itu.
Memang penulis punya kebiasaan untuk mematahkan semua jenis tusuk sate yang sudah dipakai, baik itu untuk menusuk sate atau makanan lain seperti pentol, cilok atau yang lain, tujuannya supaya ketika dibuang ketempat sampah tidak menusuk-nusuk dan merusak plastik sampahnya, juga supaya bisa dipadatkan dengan sampah yang lain.
Tapi tetap saja pengalaman melihat langsung seorang pedagang sate memungut tusuk sate bekas ini benar-benar mencengangkan, rasanya seperti kecewa sekali dengan perbuatan yang seperti itu. Mungkin pedagang tersebut bisa beralasan bahwa perbuatannya belum pernah membuat orang lain sakit perut atau hingga menyebabkan komplain, tapi bagi penulis sendiri, perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab, dan yang paling penting untuk dijadikan masalah, perbuatannya itu merusak selera makan.
Pengalaman kedua terjadi ketika orang tua penulis membeli sate ayam untuk dibawa pulang kerumah, sepertinya beli ketika belanja di pasar. Kali ini juga hampir sama kasusnya, yaitu masih tentang tusuk sate yang dipakai. Bedanya kali ini, karena satenya dibawa pulang kerumah, jadi tidak bisa diketahui seperti apa proses "dibalik layarnya". Namun, seperti kata iklan di tv, bahwa rasa itu tidak bisa dibohongi, seenak apapun daging sate dan bumbu yang disajikan, jika kemudian ada "rasa tambahan" yang ikut masuk kedalam mulut jelas akan membuat orang yang memakannya jadi curiga.
Jelas saja, setelah diamati, ternyata sate ayam ini menggunakan tusuk sate yang terbuat dari bambu BEKAS. Mungkin tidak masalah jika bambu bekas yang dipakai itu masih bersih, atau disimpan di tempat yang kering sehingga terjaga dari kotoran. Akan tetapi, tusuk sate ini setelah diamati benar-benar parah kondisinya, yaitu ada beberapa bagian yang sudah tampak seperti berlumut dan jamuran... watdevak !
Pantas saja rasanya jadi agak aneh, walaupun sebenarnya sate ayam dan bumbunya bisa dibilang lumayan enak, tapi siapa coba yang mau menikmati sate yang disajikan dengan tusuk sate yang sudah JAMURAN dan ditumbuhi lumut karena menggunakan bambu bekas atau bambu yang tidak higienis sebagai bahan untuk tusukannya.
Memang sih tidak semua penjual sate kaki lima seperti itu, makanya tulisan ini hanya mengajak untuk waspada aja, supaya tidak jajan sembarangan dan beli makanan di tempat-tempat yang bisa dipastikan kebaikan proses pengolahan dan penyajiannya.
Comments
Post a Comment