Skip to main content

Hati-hati beli sate di kaki lima, kadang ada penjual yang nakal...

Sate adalah salah satu kuliner lokal yang sudah terbukti cita rasanya. Berbagai macam variasi dan jenis sate tersedia di negeri ini, sebut saja sate ayam, sate kambing, sate daging sapi, sate kelinci, sate kuda, dan masih banyak lagi. Begitu juga dengan bumbu sate, ada yang menggunakan bumbu kacang, bumbu kecap, atau bumbu khusus (misal, sate padang).


Hanya saja, di jaman serba susah dan harga-harga barang kebutuhan semakin melonjak naik, sebagian pedagang sate kini mulai berani melakukan hal-hal yang tidak terpuji demi mendapatkan sedikit keuntungan lebih, sebagaimana yang pernah dialami oleh penulis.

Pengalaman pertama terjadi ketika membeli sate kelapa (sembarangan) dari pedagang kaki lima di dekat sebuah pasar induk tradisional. Awalnya memang terlihat tidak ada yang mencurigakan dari proses pembuatan hingga penyajian. Akan tetapi ketika penulis sedang mengkonsumsi sate tersebut ditempat, tampaklah sebuah pemandangan yang cukup mencengangkan.

Pedagang sate tersebut nampak memunguti bekas-bekas tusuk sate bekas yang sudah dipakai dan kemudian DICUCI lagi. Benar-benar pemandangan yang menakjubkan bagi penulis, karena itulah pertama kalinya penulis melihat kejadian yang seperti itu.

Memang penulis punya kebiasaan untuk mematahkan semua jenis tusuk sate yang sudah dipakai, baik itu untuk menusuk sate atau makanan lain seperti pentol, cilok atau yang lain, tujuannya supaya ketika dibuang ketempat sampah tidak menusuk-nusuk dan merusak plastik sampahnya, juga supaya bisa dipadatkan dengan sampah yang lain.

Tapi tetap saja pengalaman melihat langsung seorang pedagang sate memungut tusuk sate bekas ini benar-benar mencengangkan, rasanya seperti kecewa sekali dengan perbuatan yang seperti itu. Mungkin pedagang tersebut bisa beralasan bahwa perbuatannya belum pernah membuat orang lain sakit perut atau hingga menyebabkan komplain, tapi bagi penulis sendiri, perbuatan seperti itu merupakan perbuatan yang tidak bertanggung jawab, dan yang paling penting untuk dijadikan masalah, perbuatannya itu merusak selera makan.

Pengalaman kedua terjadi ketika orang tua penulis membeli sate ayam untuk dibawa pulang kerumah, sepertinya beli ketika belanja di pasar. Kali ini juga hampir sama kasusnya, yaitu masih tentang tusuk sate yang dipakai. Bedanya kali ini, karena satenya dibawa pulang kerumah, jadi tidak bisa diketahui seperti apa proses "dibalik layarnya". Namun, seperti kata iklan di tv, bahwa rasa itu tidak bisa dibohongi, seenak apapun daging sate dan bumbu yang disajikan, jika kemudian ada "rasa tambahan" yang ikut masuk kedalam mulut jelas akan membuat orang yang memakannya jadi curiga.

Jelas saja, setelah diamati, ternyata sate ayam ini menggunakan tusuk sate yang terbuat dari bambu BEKAS. Mungkin tidak masalah jika bambu bekas yang dipakai itu masih bersih, atau disimpan di tempat yang kering sehingga terjaga dari kotoran. Akan tetapi, tusuk sate ini setelah diamati benar-benar parah kondisinya, yaitu ada beberapa bagian yang sudah tampak seperti berlumut dan jamuran... watdevak !

Pantas saja rasanya jadi agak aneh, walaupun sebenarnya sate ayam dan bumbunya bisa dibilang lumayan enak, tapi siapa coba yang mau menikmati sate yang disajikan dengan tusuk sate yang sudah JAMURAN dan ditumbuhi lumut karena menggunakan bambu bekas atau bambu yang tidak higienis sebagai bahan untuk tusukannya.

Memang sih tidak semua penjual sate kaki lima seperti itu, makanya tulisan ini hanya mengajak untuk waspada aja, supaya tidak jajan sembarangan dan beli makanan di tempat-tempat yang bisa dipastikan kebaikan proses pengolahan dan penyajiannya.

Comments

Popular posts from this blog

Harun Yahya Menyimpang ? Dan saya baru tahu..

Dulu waktu masih jaman sekolah, pernah direkomendasikan untuk melihat video-videonya HY (Harun Yahya), karena secara umum penyampaiannya bagus, seperti misalnya menjelaskan mukjizat Al-Qur'an dari sisi sains, menerangkan kesalahan teori evolusi Darwin dan penyimpangan dari paham Materialisme. Sampai kemudian baru-baru ini ada teman yang mengingatkan tentang bahaya pemikiran HY dan setelah melakukan sedikit penelusuran, memang ada beberapa hal yang sekiranya perlu diwaspadai jika terbukti benar.

Mencari padanan kata "literatur"...

Tahun 2015 kemarin, kalau kita mencari kata "literasi" dan "literatur" di KBBI, gak akan ketemu. Karena sepertinya belum masuk entri resmi. Hari ini, kata literasi sudah masuk entri KBBI daring. Tinggal literatur yang belum. Lalu, muncul pertanyaan. Dari mana asal kata literatur ini? Kenapa bisa kemudian banyak dipakai di penulisan ilmiah dan buku-buku dan dokumen? Juga, bagaimana seharusnya cara penulisan yang benar? Mengingat kata ini belum masuk entri, apakah dikasih tanda kutip? Dicetak miring? Atau dicarikan padanan kata yang sudah baku? Kalau ada, apa? Ya gimana ya, mungkin beginilah diantara "kegelisahan receh" dari seorang yang suka menulis dan membuka kamus.....

Kategori Pekerjaan Freelance

Silakan ditekuni dan di coba, daripada jadi pengangguran terus.. Website, Mobile & Software Development Desktop Software Development Freelancers Ecommerce Development Freelancers Game Development Freelancers Mobile Development Freelancers Product Management Freelancers QA & Testing Freelancers Scripts & Utilities Freelancers Web Development Freelancers Web & Mobile Design Freelancers IT & Networking Database Administration Freelancers ERP / CRM Software Freelancers Information Security Freelancers Network & System Administration Freelancers Data Science & Analytics A/B Testing Freelancers Data Visualization Freelancers Data Extraction / ETL Freelancers Data Mining & Management Freelancers Machine Learning Freelancers Quantitative Analysis Freelancers Engineering & Architecture 3D Modeling & CAD Freelancers Architecture Freelancers Chemical Engineering Freelancers Civil & Structural Engineering Freelancers