Skip to main content

Selembar kain putih di Masjid Cheng Hoo...

suatu hari, ketika berkunjung kesana..

Bagi yang pernah mengunjungi Masjid Cheng Hoo di Surabaya, mungkin akan mendapati pemandangan seperti ini, yaitu adanya selembar kain putih yang dibentangkan untuk menutupi besi pembatas sebelah utara, akan tetapi untuk pembatas sebelah selatan, sama sekali tidak ada kain yang menutupi.

Sedangkan yang pernah mengunjungi masjid ini di awal-awal peresmiannya, maka akan mendapati kedua besi pembatasnya sama-sama tidak ada yang ditutup dengan kain. Kenapa bisa seperti itu?

Tulisan ini akan memaparkan beberapa kemungkinan yang bisa jadi menyebabkan dipasangnya kain putih tersebut...

Kemungkinan pertama adalah, kain tersebut dipasang oleh orang iseng untuk kemudian dicorat-coret seperti dibubuhkan tanda tangan, cap darah, cat semprot (pilok?) atau yang lain namun belum sempat dilakukan karena keduluan ketahuan oleh penjaga masjid. Hanya saja ini tidak mungkin...

Kemungkinan kedua, kain tersebut dipasang sebagai hiasan tambahan untuk memperindah interior masjid yang memiliki nuansa oriental, yang mana kemungkinan ini juga sebenarnya tidak mungkin, karena absurd banget.

Kemungkinan ketiga, kain tersebut dipasang atas saran seorang ahli Feng Shui, dimana memasang kain pada besi pembatas sebelah utara saja dapat meningkatkan hoki karena bagus secara feng shui. Sayangnya, kemungkinan seperti ini dapat menjurus pada khurafat, yang mana dilarang dalam Islam.

Kemungkinan selanjutnya, berdasarkan sebuah kisah, dulu ketika kain ini belum rutin dipasang, ada sebuah majelis (perkumpulan) remaja sekolah yang biasa berkumpul untuk mengadakan pengajian disana. Sebelum memulai pengajian, mereka memasang selembar kain/ spanduk kosong untuk menutup besi pembatas sebelah utara. Tujuannya? Sebagai pembatas (hijab) antara area laki-laki dan perempuan. Mungkin inilah kemungkinan yang paling masuk akal.

Dulu ketika masjid tersebut awal dibangun dan diresmikan, masih belum ada pembatas yang jelas antara area laki-laki dan perempuan, sehingga ketika masuk waktu solat, jama'ah perempuan tidak memiliki tempat yang fix, kadang mengambil barisan paling belakang dari jama'ah laki-laki, kadang disamping kanan jama'ah tergantung situasi dan kondisi.

Hal inilah yang sepertinya menjadi diantara hal yang melatarbelakangi para remaja tersebut untuk memasang kain sebagai pembatas, sehingga ketika pengajian dimulai, para remaja laki-laki dan perempuan tidak tercampur baur melainkan sudah ada tempatnya sendiri-sendiri. Begitu juga ketika masuk waktu solat, para jama'ah baik laki-laki dan perempuan akan bisa langsung menempati tempat yang 'sudah disediakan' tanpa harus mencari-cari lagi.

Sayangnya, pengajian remaja sekolah ini hanya bertahan beberapa tahun saja, setelah itu pengajian remaja ini berhenti dan belum ada kelanjutannya lagi. Akan tetapi, sekalipun pengajiannya mungkin telah berhenti namun sepertinya ada manfaat yang masih tetap bertahan di masjid tersebut, yakni dipasangnya kain pembatas di sebelah utara masjid sebagai pemisah antara tempat solat laki-laki dan perempuan walaupun sudah tidak ada lagi pengajian remaja sekolahnya. Sekian.

**note: tulisan ini hanya membahas mengenai kemungkinan-kemungkinan saja, adapun untuk lebih pastinya, dapat ditanyakan langsung kepada pihak yang lebih kredibel, yakni dari pengurus masjidnya sendiri.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Harun Yahya Menyimpang ? Dan saya baru tahu..

Dulu waktu masih jaman sekolah, pernah direkomendasikan untuk melihat video-videonya HY (Harun Yahya), karena secara umum penyampaiannya bagus, seperti misalnya menjelaskan mukjizat Al-Qur'an dari sisi sains, menerangkan kesalahan teori evolusi Darwin dan penyimpangan dari paham Materialisme. Sampai kemudian baru-baru ini ada teman yang mengingatkan tentang bahaya pemikiran HY dan setelah melakukan sedikit penelusuran, memang ada beberapa hal yang sekiranya perlu diwaspadai jika terbukti benar.

Mencari padanan kata "literatur"...

Tahun 2015 kemarin, kalau kita mencari kata "literasi" dan "literatur" di KBBI, gak akan ketemu. Karena sepertinya belum masuk entri resmi. Hari ini, kata literasi sudah masuk entri KBBI daring. Tinggal literatur yang belum. Lalu, muncul pertanyaan. Dari mana asal kata literatur ini? Kenapa bisa kemudian banyak dipakai di penulisan ilmiah dan buku-buku dan dokumen? Juga, bagaimana seharusnya cara penulisan yang benar? Mengingat kata ini belum masuk entri, apakah dikasih tanda kutip? Dicetak miring? Atau dicarikan padanan kata yang sudah baku? Kalau ada, apa? Ya gimana ya, mungkin beginilah diantara "kegelisahan receh" dari seorang yang suka menulis dan membuka kamus.....

Kategori Pekerjaan Freelance

Silakan ditekuni dan di coba, daripada jadi pengangguran terus.. Website, Mobile & Software Development Desktop Software Development Freelancers Ecommerce Development Freelancers Game Development Freelancers Mobile Development Freelancers Product Management Freelancers QA & Testing Freelancers Scripts & Utilities Freelancers Web Development Freelancers Web & Mobile Design Freelancers IT & Networking Database Administration Freelancers ERP / CRM Software Freelancers Information Security Freelancers Network & System Administration Freelancers Data Science & Analytics A/B Testing Freelancers Data Visualization Freelancers Data Extraction / ETL Freelancers Data Mining & Management Freelancers Machine Learning Freelancers Quantitative Analysis Freelancers Engineering & Architecture 3D Modeling & CAD Freelancers Architecture Freelancers Chemical Engineering Freelancers Civil & Structural Engineering Freelancers